Tagore, MonsoonSIM, dan Pelajaran dari Simulasi yang Menyentuh Hati

Published by delapan belas on

Oleh: Marisya Mahdia Khoirina, Dosen Manajemen UISI

Pernahkah kita membayangkan bahwa simulasi digital bisa menjadi sarana untuk membentuk karakter dan nilai kemanusiaan mahasiswa?

Banyak yang mengira digitalisasi membuat pendidikan terasa dingin dan mekanistik. Namun pengalaman saya mengajar mata kuliah Simulasi Kelayakan Bisnis dengan mahasiswa manajemen UISI semester 4 menggunakan MonsoonSIM—sebuah simulasi bisnis virtual—justru membuktikan sebaliknya. Lewat platform ini, mahasiswa saya bukan hanya belajar teori manajemen, tapi juga diuji dalam pengambilan keputusan, komunikasi tim, dan menghadapi kegagalan. Mereka tidak sekadar menghafal konsep, tapi benar-benar merasakan bagaimana rasanya menjalankan bisnis.

Pengalaman ini mengingatkan saya pada sosok Rabindranath Tagore, pemikir besar dari India yang mendapat Nobel Sastra tahun 1913. Ia bukan sekadar penyair, tapi juga pendidik visioner. Tagore menolak sistem sekolah yang membatasi kreativitas anak. Baginya, belajar harus menyenangkan, dekat dengan alam, dan membentuk manusia seutuhnya—secara intelektual, emosional, dan spiritual. Di sekolah yang ia dirikan, Visva-Bharati, Tagore menanamkan nilai kerja sama, kesederhanaan, dan belajar langsung dari kehidupan. Ia percaya bahwa pendidikan sejati bukan sekadar soal nilai akademik, tapi soal karakter, tanggung jawab, dan cinta terhadap sesama.

Apa kaitannya dengan MonsoonSIM?

Ternyata, semangat Tagore bisa hidup dalam ruang digital. Ketika mahasiswa menyusun strategi bisnis, berdiskusi, bahkan bertengkar saat timnya bangkrut—di situlah pendidikan sejati terjadi. Saya melihat mereka tumbuh. Bukan karena saya mengajari, tapi karena mereka mengalami.

Simulasi seperti ini memberi ruang bagi mahasiswa untuk gagal, belajar, dan bangkit. Di tengah gempuran pendidikan yang makin terobsesi pada output, angka, dan ranking, pendekatan seperti ini mengingatkan kita: pendidikan adalah soal proses. Soal manusia.

Tagore mungkin tidak mengenal internet, tapi saya yakin, ia akan tersenyum melihat bagaimana teknologi hari ini bisa digunakan untuk membebaskan pikiran, memanusiakan proses belajar, dan menyentuh jiwa mahasiswa. Inilah esensi pendidikan yang kami bangun—bukan sekadar transfer ilmu, tapi pengalaman belajar yang utuh dan bermakna.

Dan itulah jenis perkuliahan yang bisa Anda temukan di Manajemen UISI—tempat di mana simulasi digital berpadu dengan nilai, kolaborasi berpadu dengan karakter, dan teori berpadu dengan empati. Belajar manajemen di UISI bukan sekadar belajar bisnis, tapi belajar menjadi manusia.

Categories: Artikel